Di era sekarang ini mendaki gunung sudah menjadi kegiatan yang tidak asing lagi, bahkan beberapa orang rela menyambangi gunung-gunung yang ada mulai dari dalam negeri hingga luar negeri. Banyak alasan mengapa seseorang mendaki sebuah gunung, mulai dari sekedar rekreasi, diklat organisasi, atau hanya ingin mengetahui bagaimana rasanya mendaki sebuah gunung. Mungkin masih banyak alasan lainnya yang mendasari mengapa seseorang mendaki sebuah gunung. Dibalik semua alasan itu, mendaki gunung dapat dijadikan suatu olahraga yang menyenangkan dan cukup menyita energi. Oleh karena itu melakukan persiapan guna mewaspadai hal-hal yang tidak diinginkan adalah hal yang penting.
Kondisi fisik yang baik merupakan modal utama yang harus dimiliki seorang pendaki. Kondisi fisik yang prima tidak didapatkan dalam waktu yang singkat (instan), melainkan perlu dilatih dari jauh-jauh hari. Tanpa memperhitungkan kapasitas dan komposisi tubuh saat memulainya, waktu persiapan minimal yang dibutuhkan untuk mendaki gunung adalah 3 bulan sebelum berangkat, dengan catatan berolahraga dengan teratur 3-4 kali dalam seminggu.
Selain kondisi tubuh yang prima, perubahan lingkungan yang ekstrim antara di perkotaan dengan di pegunungan perlu diperhatikan. Pada umunya gunung/dataran tinggi memiliki kadar oksigen yang tipis. Rendahnya pasokan oksigen membuat tubuh rentan terkena hipoksia. Hipoksia merupakan kondisi saat tubuh kesulitan berfungsi dengan normal akibat kekurangan asupan oksigen.
Dengan asupan oksigen yang sedikit tentunya kita harus melakukan upaya agar tubuh lebih efisien dalam menggunakan oksigen. Hal tersebut dapat disiasati dengan melatih kekuatan sistem kardiorespiratori. Sistem ini berperan dalam proses distribusi oksigen pada tubuh manusia. Jenis olahraga yang dapat dilakukan untuk melatih kekuatan sistem kardiorespiratori adalah olahraga aerobik yang dapat meningkatkan volume maksimal oksigen (VO2Max) secara optimal.
VO2Max merupakan indikator kapasitas aerobik (bukan kapasitas paru-paru) seseorang, semakin tinggi VO2Max seseorang maka semakin baik kemampuan tubuh dalam menyerap dan memproses oksigen dari udara yang dihirup. Dengan lancarnya suplai oksigen, daya tahan akan lebih baik dan tubuh tidak mudah kelelahan. Secara umum terdapat 3 metode latihan aerobik yang dapat dilakukan, yaitu: berkelanjutan (continuous), sirkuit (circuit), dan interval. Latihan tersebut memilki perbedaan pada intensitas, durasi, dan penyusunan program.
-
- Berkelanjutan (continuous), Metode latihan ini berintensitas sedang, gerakannya tidak variatif, berdurasi lama (45-120 menit) dan saat latihan berlangsung tidak boleh istirahat sebelum selesai. Metode latihannya dapat dilakukan 3-5 kali dalam seminggu. Olahraga yang termasuk dalam metode ini adalah jogging, bersepeda, dan berenang.
- Sirkuit (circuit), Metode latihan ini berintensitas sedang ke tinggi, gerakannya variatif, berdurasi sedang (45-60 menit) dan saat latihan berlangsung masih ada jeda untuk istirahat antara set sirkuit. Dalam satu set sirkuit terdapat beberapa jenis gerakan yang dilakukan secara berurutan (biasanya terbagi menjadi beberapa pos tetapi bisa dilakukan tanpa harus berpindah pos). Pengulangan set sirkuit umumnya 4-6 kali dan jeda istirahat antara set 60-120 detik.
- Interval, Metode latihan ini berintensitas tinggi, gerakannya tidak variatif, berdurasi singkat (10-15 menit) dan saat latihan berlangsung jeda istirahatnya relatif singkat. Contoh paling mudah dari interval training adalah melakukan selang seling antara sprint secepat-cepatnya selama 1 menit dilanjutkan jogging 1-2 menit, diulangi sebanyak 4-6 kali. Latihan interval berat untuk tubuh dan sistem saraf sehingga hanya dapat dilakukan 1-3 kali dalam seminggu dan tidak dalam hari yang berurutan.
Di antara ketiga metode di atas, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa interval adalah metode yang terbaik untuk meningkatkan VO2Max. Walaupun demikian pada dasarnya semua metode yang dipaparkan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga ada baiknya mengombinasikan metode olahraga yang ada untuk memperoleh hasil optimal.
Kontributor : Jansen Ongko