Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri kebugaran mengalami revolusi besar baik dari segi alat maupun ketersediaan program latihan. Cukup banyak area untuk alat-alat konvensional di pusat kebugaran yang tergerus oleh alat-alat portable dengan berbagai ukuran dan bentuk. Besar kemungkinan revolusi ini akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama oleh karena banyaknya perusahaan manufaktur di industri kebugaran yang beralih memproduksi beragam alat-alat portable ketimbang konvensional yang relatif mahal dan memakan tempat. Tren ini terjadi semenjak popularitas Functional Training semakin meningkat sehingga demand pasar juga ikut terpengaruh. Lantas, seberapa efektifkah Functional Training ini?
Functional training tergolong baru di Indonesia tetapi popularitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Sayangnya cukup banyak oknum pelaku industri kebugaran yang “mendewakan” functional training dan meremehkan strength training. Hal ini tidak lain karena oknum-oknum tersebut tidak memiliki dasar ilmu olahraga yang cukup baik tetapi sudah diperkenalkan dengan gerakan-gerakan pada program Functional Training yang juga tidak jelas asal-usulnya.
Pada dasarnya semua jenis gerak yang dilakukan manusia adalah functional. Functional atau dalam bahasa Indonesia fungsional memiliki pengertian sederhana, yaitu berfungsi dengan semestinya. Dalam ilmu olahraga artinya sesuai dengan fungsi dan rentang jangkauan dari masing-masing sendi. Berdasarkan penjelasan tersebut, ini berarti SELURUH variasi gerakan yang ada pada program strength training juga tergolong fungsional.
Functional training bukanlah melakukan barbell squats di atas bosu atau melompati bosu ke bosu lainnya. Melompat dan mendarat di permukaan yang tidak datar juga sulit untuk dikategorikan functional training. Seorang pelatih wajib memahami dasar-dasar ilmu olahraga dan mengutamakan keselamatan, bukan mengikuti gerakan yang sedang populer atau tampak hebat tetapi kurang bermanfaat. Dengan dasar dan pemahaman yang buruk maka risiko cedera pun akan semakin besar.
Sebelum istilah functional training populer, program latihan ini umum dilakukan pada pusat-pusat rehabilitasi untuk pasien yang memiliki permasalahan dengan fungsi geraknya. Dengan bertujuan untuk rehabilitasi, functional training terbukti efektif untuk mengembalikan proprioseptif atau sistem sensori pada otot yang bertugas mengirim sinyal ke otak akan letak, gerak dan kekuatan yang dibutuhkan organ untuk berfungsi normal. Berdasarkan pengertian inilah mengapa functional training seringkali disebut sebagai latihan yang menyerupai gerakan sehari-sehari.
Selain itu, istilah functional training juga telah lama diaplikasikan dalam cabang-cabang olahraga prestasi seperti rugby, sepakbola, basket, baseball, gulat hingga mixed martial arts untuk perkembangan atletik atletnya. Pada cabang olahraga seringkali disebut dengan sport-specific functional training. Prinsip dari program latihannya adalah bahwa seorang atlet harus berlatih dengan kombinasi bidang gerak tubuh (body planes) yang berbeda-beda dan menyesuaikan dengan keadaan saat di lapangan pertandingan sehingga pola gerakannya juga harus ikut disesuaikan. Dengan alasan ini, program latihannya minim akan gerakan-gerakan monoton pada alat konvensional tertentu yang hanya melibatkan satu bidang gerak tubuh ataupun single-joint exercise.
Berdasarkan dari dua latar belakang historis tersebut, maka beberapa perbedaan terbesar yang dapat dirumuskan antara strength training dengan functional training adalah:
Traditional Strength Training
- Memberikan resistensi secara konstan.
- Progresi dari segi kekuatan lebih mudah dicapai.
- Gerakan mengikuti fungsi sendi normal.
- Lebih aman untuk dilakukan.
- Banyak pilihan alat dan gerakan untuk melatih seluruh otot.
- Tersedia gerakan single-joint dan multiple-joint sehingga baik untuk mengatasi muscle imbalance.
Functional Training
- Efektif untuk meningkatkan stabilitas, mobilitas, keseimbangan dan koordinasi antara sistem saraf dan otot.
- Tidak memberikan resistensi secara konstan.
- Gerakannya membutuhkan proses belajar yang tidak sebentar alias cenderung kompleks.
- Sulit untuk mengukur dan memonitor perkembangan dari segi kekuatan.
- Memiliki tingkat cedera yang relatif tinggi karena gerakannya relatif dinamis.
Dalam konsep functional training, kekuatan tidak hanya sekadar meningkatkan kapabilitas otot untuk menghasilkan tenaga yang besar saja. Tetapi juga meningkatkan koordinasi hubungan antara sistem saraf dan sistem otot. Kelebihan yang diklaim (membutuhkan penelitian lebih lanjut) dari functional training adalah adanya “skill transfer effect” atau keterampilan yang dapat meningkatkan keterampilan dari gerakan lain yang memiliki kemiripan dalam sistem neuromuscular.
Dalam mengontrol gerakan, cara bekerja otak adalah dengan memproses keseluruhan gerak, bukan berdasar otot secara individual. Latihan yang mengisolasi sendi atau otot secara individual hanyalah melatih kekuatan otot, bukan melatih gerak secara keseluruhan. Sebagai contoh, gerakan squat memiliki “skill transfer effect” yang lebih baik daripada gerakan seated knee extension untuk melakukan aktivitas berdiri dari tempat duduk. Itulah mengapa seseorang yang kuat dalam melakukan barbell military press belum tentu mampu melakukan handstand yang membutuhkan keseimbangan, kekuatan dan koordinasi.
Ketika Anda berkeinginan untuk mempelajari functional training, cobalah melihat dari sudut pandang yang berbeda. Anggap latihan yang akan Anda lakukan adalah untuk meningkatkan kinerja tubuh secara keseluruhan, tidak hanya sekadar seberapa besar tenaga yang dapat dihasilkan.
Apabila Anda adalah seorang pelatih atau calon pelatih, tentunya akan menghadapi berbagai macam klien yang memiliki kebutuhan berbeda-beda. Kuncinya adalah specificity, atau merancang program sesuai dengan kebutuhan klien. Apabila klien Anda adalah seorang atlet cabang olaharaga tertentu, maka kombinasi functional training dan strength training adalah opsi yang dapat dianjurkan.
Kesimpulan
Functional training bukanlah segalanya, tetapi begitu juga dengan strength training. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pelatih terbaik adalah yang mampu memberikan hasil optimal berdasar tujuan klien yang sedang ditanganinya dan memiliki pemahaman mendalam terhadap berbagai konsep latihan.
Kontributor : Jansen Ongko